loading
UMP Rp1.375.000 sudah final

UMP Rp1.375.000 sudah final

MEDAN – Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho berharap aksi unjukrasa yang dilakukan buruh segera berhenti. Karena UMP 2013 yang ditetapkannya sudah bagian dari upaya maksimal yang dilakukannya. Bahkan untuk kedua kalinya upah ditetapkan lebih tinggi dari usulan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda). Sementara secara terpisah dari pantauan di lapangan, warga Medan juga mulai resah dengan aksi-aksi buruh yang dinilai sudah melanggar hak-hak mereka.

“Saya apresiasi aksi buruh ini, tapi kami atas nama pemerintah dan masyarakat
meminta, meminta dan sekali lagi meminta kepada teman-teman buruh bahwa kami
sudah sangat maksimal melakukan upaya dalam hal penetapan UMP. Dua tahun
berturut-turut kami telah menaikkan upah di atas usulan Depeda,” kata Gatot
kepada wartawan di Gubernuran hari ini.

Seperti diketahui pada 2011 lalu,
Gatot menolak usulan kenaikan UMP 2012 yang diusulkan Depeda yaitu Rp1.107.500
yang kemudian ditetapkan menjadi Rp1.200.000. Hal yang sama juga dilakukan
Gatot saat Depeda memberikan usulan UMP 2013 yang kemudian dinaikkan menjadi Rp
1.305.000. Lalu atas tuntutan buruh dan melihat kondisi UMP di provinsi lain,
upah kembali dinaikkan menjadi Rp1.375.000.

Yang perlu digarisbawahi lanjut Gatot, bahwa
kenaikan tersebut masih diterima kalangan dunia usaha meski baru dua tahun ini
UMP ditetapkan di atas rekomendasi Depeda. Saat ini UMP Sumut merupakan yang
tertinggi kedua di Sumatera setelah Aceh.

Untuk itu Gatot sangat menyayangkan jika aksi
buruh kali ini berdasarkan informasi yang diterimanya telah menimbulkan insiden
penikaman. Hal-hal seperti itu menurutnya tidak perlu terjadi.

Kalangan buruh menurutnya harus lebih memahami
keputusan yang telah ditetapkan olehnya. Karena tuntutan agar menaikkan upah di
atas usulan Depeda justru telah dilakukannya sejak awal. Pemprov Sumut terus
melakukan upaya peningkatan kesejahteraan buruh.

Namun harus disadari juga kondisi di
kabupaten/kota lain seperti Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan dan Kepulauan
Nias. Jika UMP ditetapkan terlalu tinggi justru banyak kabupaten/kota yang
menjadi korban.

Sebab, UMP sesungguhnya bukan menjadi patokan
atas kenaikan upah. Hanya rujukan bagi kabupaten/kota untuk menetapkan UMK.
“Yang jadi refrensi upah itu bukan UMP. Tapi UMK dan Upah Minimum Sektoral,”
terang Gatot.

 

Untuk itu dirinya telah berinisiatif pada Kamis
(13/12) ini akan mengundang Pemkab/Pemko untuk membahas persoalan upah di
kabupaten/kota. Sebab hingga saat ini usulan UMK belum ada di tangannya. “Kamis
ini kami rapat dengan bupati dan wali kota. Ini (upah) akan menjadi fokus kami.
Sampai sekarang belum ada usulan UMK di meja saya,” ungkap Gatot.

 

Demo buruh yang menuntut pembatalan Upah Minimum
Provinsi (UMP) Sumut 2013 yang telah ditetapkan dari Rp1.375.000 menjadi Rp2.2
juta, belakangan ini tidak bisa dipungkiri menimbulkan keresahan bagi
masyarakat Sumatera Utara (Sumut). Tanpa terkecuali warga Kota Medan. Terlebih
aksi-aksi yang digelar para buruh itu, sampai menimbulkan kericuhan serta
dibarengi aksi pemblokiran jalan-jalan protokol di Medan dan daerah lainnya.

"Ya tidak mungkin juga aksi buruh itu
dilarang, karena memang diperbolehkan menyampaikan aspirasi dan tuntutan. Tapi
sebenarnya juga, demo-demo itu menghambat kegiatan masyarakat lain yang tidak
ikut berdemo. Kalau dibilang tidak terganggu, ya tidak mungkin," kata
Yusuf (38), supir bus pariwisata saat dimintai tanggapannya oleh wartawan, hari
ini.

Dikemukakan pria lajang yang tinggal di Jalan
Bajak III, Kelurahan Harjosari II, Kecamatan Medan Amplas ini lagi, diharapkan
aksi para buruh itu jangan egosi dan malah menghambat masyarakat lainnya untuk
beraktifitas.

"Masyarakat lainnya kan juga mau kerja, mau
mencari rezeki. Mencari nafkah bagi keluarganya. Kalau demonya rusuh, terus
jalan-jalan diblokir, masyarakat jadi takut. Jadi tidak bisa kerja. Mau tidak
mau jadi tidak kerja, kan kasihan juga. Ya janganlah pada akhirnya, karena demo
masyarakat jadi tidak dapat mencari nafkah. Kita berharap demonya bisa lebih
santun, kan aman. Kita sebagai masyarakat selalu ingin aman. Kalau sudah aman,
mau kerja, mau ini, mau itu jadi enak.  Tidak merugikan masyarakat
lainnya," tuturnya.

Kekecewaan yang sama juga dirasakan, Sahudin
(50), supir Taksi Delta, yang kesehariannya mengitari Kota Medan untuk mencari
penumpang. Pria yang akrab disapa Udin, warga Patumbak ini mengaku, sejak Senin
(3/12) pekan lalu, dirinya tidak bekerja. Sama artinya, Udin harus beralih
profesi untuk sementara waktu mencari pekerjaan sampingan.

"Dari awal minggu lalu sudah mulai tidak
kerja, karena dimana-mana demo. Rusuh, jalan ini diblokir, jalan itu diblokir.
Bagaimana mau lewat? Kalau demo ya demolah, tapi janganlah masyarakat lainnya
jadi korban. Sekarang mocok-mocoklah. Kalau bisa, cepatlah selesai. Biar bias
narik taksi lagi," kata Udin yang mengaku sudah delapan tahun jadi supir taksi
sejak 1994 tersebut.

Bapak dua anak ini juga sempat menuturkan, hasil
dari kerja sambilan di luar pekerjaan tetapnya sebagai supir taksi itu, tidak
dipungkirinya lebih kecil dari penghasilannya dari mengangkut penumpang.

Udin mampu meraup penghasilan rata-rata per hari
dari mengangkut penumpang, berkisar Rp100 ribu. Sedangkan pendapatannya dengan
jalan mocok-mocok tersebut, paling tinggi sebesar Rp50 ribu.