Medan - Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap rencana penerapan tarif kereta api dari Medan menuju Kuala Namu Internationall Airport (KNIA). Banyak keluhan tentang mahalnya rancangan tarif tersebut yang mencapai Rp 80.000/orang.
Gatot menyatakan, saat bandara KNIA beroperasi sekitar bulan April 2013 nanti, masyarakat akan masih sangat tergantung pada jalur kereta api. Pasalnya jalan tol dan jalan arteri nontol menuju bandara pengganti Bandara Polonia ini belum bisa dimaksimalkan.
Sayangnya, tarif untuk menggunakan jasa kereta api tersebut dipatok sebesar Rp 80.000 per sekali jalan oleh PT Railink, yang merupakan anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia dan PT Angkasa Pura II.
Angka ini dinilai terlalu tinggi. Railink memang belum memberikan laporan kepada Pemerintah Provinsi Sumut sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah, namun kata Gatot jika benar tarifnya demikian, maka dia bisa meminta stakeholder melakukan evaluasi tarif.
"Saya akan stakeholder mengevaluasi tarif Rp 80.000 ini. Karena apa? Karena nanti ketika Bandara Kuala Namu beroperasi kereta api menjadi moda transportasi yang diunggulkan. Banyak dibutuhkan warga, karena jalan tol kita belum selesai serta jalan alteri nontol juga belum maksimal yang harusnya empat lajur dua arah yang baru beroerasi dua lajur dua arah," ujar Gatot saat memberikan keterangan kepada wartawan di Medan, Senin (4/2/2013)
Banyaknya masukan juga desakan agar harga tiket kereta api Medan-KNIA dibuat lebih rendah, membuat Gatot berencana segera mendiskusikannya dengan pihak pengelola, baik PT Railink, maupun induk perusahaan itu yakni PT Kereta Api Indonesia dan PT Angkasa Pura II. Gatot pada prinsipnya mendukung tarif yang terjangkau masyarakat.
"Sekiranya ada peluang untuk menurunkan tarif itu, seberapa kecil pun itu, harus kita ambil karena menyangkut kepentingan masyarakat luas," imbuhnya.
Menurut Gatot, moda transportasi kereta api menuju bandara ini tidak mendapat subsidi, dia memahami itu. Kendati demikian, langkah untuk merespons tuntutan masyarakat, harus diambil para pengambil kebijakan, baik di pemerintahan maupun sektor swasta dan BUMN yang terkait dalam pengelolaan moda transportasi ini.