Jakarta, (Analisa). Indonesia dinobatkan sebagai sebagai negara tujuan investasi ke-3 di Asia setelah China dan India oleh Asia Business Outlook yang dikeluarkan Economist Corporate Network awal tahun ini.
Namun, hal tersebut belum tentu membuat para Penanaman Modal Asing (PMA) yang sudah beroperasi di Indonesia ikut meningkatkan investasinya. Pasalnya, para PMA ini berharap selain iklim investasi yang baik, mereka juga menginginkan kepastian hukum yang mendukung dunia usaha.
Berdasarkan dari hasil penelitian Pusat Kajian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dari 120 responden PMA, mayoritas lebih menginginkan kepastian hukum dibanding mendapatkan insentif dari pemerintah.
"Sebanyak 89% menginginkan produk hukum yang lebih baik untuk menjamin kelanjutan investasi mereka di sini," tutur Dian Puji Simatupang, pakar Hukum Keuangan Negara, Universitas Indonesia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/1).
Kepastian hukum ini, lanjut Dian, merupakan instrumen utama dalam menciptakan pertumbuhan investasi para PMA. Tanpa kepastian hukum yang jelas, malah justru akan membuat iklim usaha yang tak sehat.
Sebanyak 120 responden yang menjadi narasumber tersebut berasal dari berbagai sektor usaha, seperti minyak dan gas (migas), infrastuktur, ritel hingga perusahaan investasi. "Rata-rata PMA yang menjadi narasumber kami sudah beroperasi sekitar 10 tahun di Indonesia," katanya.
Beberapa kasus ketidakpastian hukum yang dikemukanan oleh PMA antara lain mengenai dimenangkannya gugatan Renaissance Capital Management Investment Pte Ltd terhadap Merrill Lynch International Bank Ltd.
Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan Renaissance yang dimiliki Prem Harjani berhak mendapat ganti sebesar Rp 251 miliar. Padahal sebelumnya di Pengadilan Tinggi Singapura, telah memutuskan bahwa Prem Harjani telah melakukan penipuan dan Renaissance telah mengakui hutangnya kepada Merrill Lynch. (dtc)